Tugas 3 Contoh Kasus Masalah Keadilan Yang terselesaikan dan Belum Terselesaikan

 Nama                           : Fernanda Putri Berliani

Kelas                           : Manajemen A

NIM                            : 01218135

Mata Kuliah                : ETIKA BISNIS

Dosen Pengampu        : Hj.I.G.A.Aju Nityai Dharmani,SST,SE,MM


Contoh Kasus Masalah Keadilan Dalam Bisnis

 

 

·         Contoh Kasus Masalah Keadilan yang Terselesaikan

Akhirnya, Facebook Bersedia Membayar Konten Berita di Australia

 

Jakarta - Facebook setuju membayar perusahaan raksasa media di Australia, News Corp Australia, untuk konten jurnalistik yang diambil dari media-media perusahaan ini.

Kesepakatan itu dicapai beberapa pekan setelah Australia mengesahkan Undang Undang kontroversial pertama di dunia yang bertujuan agar platform-platform besar membayar konten berita lokal.

Sejauh ini, News Corp belum mengungkapkan nilai dari kesepakatan dengan kontrak selama tiga tahun di Australia.

Bulan lalu, perusahaan ini telah mencapai kesepakatan global dengan Google.

Kesepakatan pembayaran ini meliputi seluruh konten dari News Corp di Australia - dengan pembayaran yang signifikan.

News Corp Australia mengendalikan 70% sirkulasi surat kabar di Australia dengan media-media lokal termasuk The Australian, The Daily Telegraph, dan The Herald Sun. Grup media itu juga pemilik laman berita news.com.au.

Kepemilikan perusahaan ini juga meliputi jaringan Sky News Australia - model TV konservatif seperti Fox News, yang tumbuh menjadi media yang kontennya paling sering dibagikan di Facebook.

News Corp juga memiliki kesepakatan lain dengan Facebook terkait media AS-nya. Kesepakatan ini termasuk platform membayar konten berita yang dimasukkan ke dalam tab Berita Facebook - fitur yang tidak ada di Australia.

Kesepakatan di Australia ini jauh lebih luas - meliputi semua konten dari News Corp Australia yang dibagikan di Facebook.

Bagaimana ini bisa dicapai?

Sama dengan perusahaan penerbit global lainnya, media Australia telah kehilangan pendapatan dalam satu dekade terakhir karena pengiklan beralih ke raksasa internet Facebook dan Google.

News Corp mempelopori kampanye lobi-lobi politik di Australia - dengan dukungan dari kompetitor tradisional - untuk mempengaruhi politisi agar membuat perusahaan raksasa internet itu membayar konten berita dari situsnya.

Pemerintah Australia kemudian menyusun undang undang yang bertujuan untuk menempatkan "keadilan" kontrak negosiasi antara media dengan perusahaan teknologi.

Google dan Facebook sama-sama kuat menolak undang undang ini.

Namun, undang undang ini mendorong perusahaan teknologi untuk mencapai kesepakatan komersial mereka sendiri dengan perusahaan media, seperti yang dilakukan Facebook dengan News Corp.

Tanpa kesepakatan itu, undang undang ini memaksa perusahaan teknologi tersebut untuk melakukan arbitrase dengan penerbit atas konten yang digunakan.

Pertarungan atas rancangan undang undang ini mendorong Facebook secara tiba-tiba memblokir seluruh akses konten berita Australia di situsnya bulan lalu.

Pemblokiran itu berlangsung selama seminggu sebelum akhirnya pemerintah Australia membuat konsesi dan mengesahkan undang undang tersebut pada 25 Februari.

Pada Selasa ini, Kepala Eksekutif News Corp, Robert Thompon memuji kesepakatan dengan Facebook sebagai "tonggak penting dalam transformasi bisnis jurnalisme".

"Rupert dan Lachlan Murdoch mengawali perdebatan global di saat industri lain diam-diam saja atau bersikap acuh tak acuh karena disfungsionalitas digital telah mengancam jurnalisme menjadi tatanan pengemis," kata Thomson.

"Akhir dari perdebatan tentang digital ini telah dibuat lebih dari satu dekade,"

Analis melihat Undang Undang media di Australia ini telah lama menilai bahwa kebijakan ini dirancang untuk membantu perusahaan besar seperti News Corp dan bukan untuk media-media kecil.

Perusahaan media besar lain di Australia - Seven West - juga menandatangani kesepakatan dengan Facebook bulan lalu.

Kesepakatan Facebook-News Corp juga terjadi di tengah penyelidikan parlemen di Canberra memeriksa dominasi dan pengaruh media News Corp terkait urusan dalam negeri. Hal ini dipicu petisi anti-Murdoch dari mantan Perdana Menteri Kevin Rudd yang mengumpulkan lebih dari 500.000 tanda tangan..

 

 

SUMBER:

https://news.detik.com/bbc-world/d-5495425/akhirnya-facebook-bersedia-membayar-konten-berita-di-australia?_ga=2.103396544.1733073691.1616116411-487056212.1607159110

 

 

 

·         Contoh Kasus Masalah Keadilan yang Belum Terselesaikan

Ahli: UU ITE Jangan Atur Pencemaran Nama Baik, Pasal 27-28 Harus Dicabut

Jakarta - Presiden Jokowi memberikan arahan untuk merevisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyarankan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE sudah seharusnya dicabut.

"Sejak awal dalam berbagai kesempatan saya selalu katakan bahwa Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 UU ITE seharusnya dicabut," kata Fickar kepada wartawan, Selasa (16/2/2021).

Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Sedangkan bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE sebagai berikut:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"UU ITE itu ketika dibuat dengan semangat mengatur bisnis dan perdagangan melalui internet (online), karena itu tidak cocok ada ketentuan yang mengatur tentang pencemaran nama baik atau ujaran kebencian yang menyebabkan permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan," ucap Fickar.

Menurutnya, bisnis tidak mengenal agama atau suku. Pasal 28 ayat (2) UU ITE itu dinilai mengaburkan substansi UU tersebut.

"Seharusnya ketentuan tersebut dihapus saja karena sudah diatur dalam Pasal 310-311 KUHP (Pasal Pencemaran Nama Baik)," ujar Fickar.

Pasal di atas, kata Fickar lagi, pada praktiknya justru digunakan untuk membungkam suara-suara yang berbeda dan mengkritik pemerintah. Pelaksanaan UU ITE ini mengesankan seolah-olah penegak hukum kepolisian dan kejaksaan menjadi alat dari kekuasaan untuk membungkam kritik.

"Demikian juga nampak proses pidana ketentuan pasal ini menjebak penegak hukum menggunakannya untuk mengejar pangkat dan jabatan baik di kepolisian maupun kejaksaan," beber Fickar.

Oleh sebab itu, menurut Fickar, Pasal 27 (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE sebenarnya sudah tidak cocok digunakan pada era demokrasi. Tetapi masih menjadi hukum positif dalam pasal 156, 156a, dan 157 UU Pidana (KUHP).

"Seharusnya dihapus saja agar masyarakat tidak saling melapor karena pengertian tindak pidananya sangat longgar," pungkas Fickar.

 

SUMBER:

https://news.detik.com/berita/d-5375467/ahli-uu-ite-jangan-atur-pencemaran-nama-baik-pasal-27-28-harus-dicabut?_ga=2.133402958.1733073691.1616116411-487056212.1607159110

 

  

 


 


Komentar